- Islam adalah agama yang
syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Agama mulia ini
diturunkan dari Allah Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui tentang
seluk beluk ciptaan-Nya. Dia
turunkan ketetapan syariat agar manusia hidup tenteram dan teratur.
Diantara aturan yang ditetapkan Allah SWT bagi manusia adalah aturan
mengenai tata cara pergaulan antara pria dan wanita.
Cara Berbicara Wanita Muslimah. Menjadi wanita muslimah yang beriman kepada Allah tentu tidak mudah,karena
banyak sekali godaan-godan dalam mencapainya. Dikarenakan balasan yang
Allah janjikan pun tidak terbandingkan dan semua wanita pun
menginginkannya.
Cara Berbicara Wanita Muslimah. Berikut adalah cara atau adab wanita muslimah dalam berbicara :
Mengikuti cara/adab bicara Rasulullah SAW
“Rasulullah saw. suka mengulang kata-kata yang diucapkannya sebanyak tiga kali agar dapat dipahami.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya, dari Abu Qutaibah –Muslim bin Qutaibah-. dari `Abdullah bin al Mutsani, dari Tsumamah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
Jangan terlalu banyak bicara, berceloteh yang tidak bermanfaat.
Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta’ala berfirman: “Dan
tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah,atau
berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)
Berbicaralah dengan hati-hati
Berbicaralah dengan hati-hati, jangan sampai lepas kendali. Selalulah berupaya untuk
senantiasa mengontrol lidah hanya untuk mengucapkan perkataan yang
bernilai positif dan tidak menyinggung atau menyakiti. Karena, meskipun
kita tidak pernah tahu mengenai apa dan seberapa besar balasan yang akan
diberikan Allah swt kepada kita, namun kita harus yakin bahwa Allah swt
selalu memberikan ganjaran yang setimpal. Tidak ada amalan sekecil
apapun yang tidak akan mendapatkan balasan dari Allah swt, sebagaimana
firman Allah swt dalam surat Al Zalzalah ayat 7-8, yang artinya: “Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (QS. Al Zalzalah : 7-8).
Dan hendaknya kita pun senantiasa mengingat akan satu firman Allah swt yang artinya: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf : 18)
Berkata yang baik, jika tidak hendaknya diam
Berkata yang baik juga merupakan salah satu ciri orang yang beriman
kepada Allah swt. Maka jika ada seseorang yang mengaku beriman kepada
kepada Allah swt namun masih suka mengucapkan kata-kata kotor, dusta,
masih gemar bergossip, suka memfitnah, serta perkataan-perkataan berbau
maksiat dan kemungkaran yang lain, bisa dikatakan bahwa imannya masih
pincang atau cacat.
Sekiranya kita tidak mampu untuk berbicara yang baik, atau kita merasa
bibir ini gatal manakala mendengar orang bergossip, maka sebaiknya
menjauhlah dari hal-hal tersebut. Jangan turut mendengarkan, yang akan
memancing kita untuk turut serta. Rasulullah saw bersabda:“ Siapa yang beriman Kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tidak mengucapkan kebathilan
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah
swt yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga
dicatat oleh Allah swt keridhoan-Nya bagi orang tersebut sampai nanti
hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai
Allah swt yang tidak dikiranya akan demikian, maka Allah swt mencatatnya
yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
Tidak berkata keji dan mencela
Rasulullah saw bersabda, “Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan berkata-kata keji.”
(HR. Tirmidzi dengan sanad shahih). Dengan kata lain, hadits di atas
mengatakan bahwa orang-orang yang beriman adalah orang-oran yang selalu
berbicara dalam kebaikan. Atau dapat juga dikatakan bahwa orang-orang
yang suka berkata keji itu bukanlah termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang beriman. Untuk itu, jika seseorang mengaku bahwa
dirinya telah beriman kepada Allah swt maka tidak ada lagi kata-kata
keji yang akan terlontar dari mulutnya.
Menghindari dusta
“Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.”
(HR. Bukhari). Ingatlah, bahwa Rasulullah saw telah memberikan jaminan
surga bagi mereka yang senantiasa menghindari dusta. Hal ini tertuang
dalam salah satu hadistnya yang artinya: “Aku jamin rumah didasar
surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin
rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam
bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR. Abu Daud).
Menghindari ghibah, menceritakan aib orang lain, dan panggilan yang buruk
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda, “Ghibah ialah engkau
menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya
kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa
yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah saw menjawab,
“Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar,
berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad). Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw juga berkata, “Janganlah
kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan
janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling
menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang
lain, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Berbicaralah dengan tenang
Berbicara dengan tenang dan tidak tergesa-gesa merupakan salah satu adab
dalam berbicara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Kata-kata
atau kalimat yang diucapkan dengan tenang, tentunya akan lebih jelas,
enak didengar, dan mudah dimengerti daripada kata-kata atau kalimat yang
diucapkan dengan tergesa-gesa, apalagi tanpa jeda. Aisyah ra berkata: “Sesungguhnya
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu
pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat
menghitungnya.” (Mutta-faq’alaih).
Tidak memotong maupun memonopoli pembicaraan
Menjauhi Debat Kusir
Menjauhi Debat Kusir. ‘Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan
hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.’ (HR
Ahmad dan Tirmidzi) dan dalam hadist lain disebutkan sabda Nabi SAW:
‘Aku jamin rumah di dasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun
ia benar, dan aku jamin rumah di tengah surga bagi yang menghindari
dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi
yang baik akhlaqnya.’ (HR Abu Daud).
Menjaga Suara
“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga
berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda : “Wanita
itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan
menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia
terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh
Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).
Sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya.
0 komentar:
Posting Komentar